LAPORAN
STUDY TOUR
di
YOGYAKARTA
DAN SEKITARNYA
LAPORAN
STUDY TOUR
INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN MENEMPUH
UJIAN NASIONAL DI SMPN 1 KEC. BALONG TAHUN PELAJARAN 2014/2015
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK
I
KELAS
IX F
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN PONOROGO
SMP
NEGERI I BALONG
TAHUN
2014/2015
LAPORAN STUDY TOUR DI
YOGYAKARTA
Laporan
ini disusun oleh :
KELOMPOK
I
KELAS
IX F
Ketua : Ayu Wanvirgia Dineng Wilany
Anggota :
1.
Adi
Mas Popung N.
2.
Anissa
Rizki Suwardani
3.
Bagas
Irsaktiar
4.
Fadhilatus
Sysya Rawi
5.
Rengga
Arya Fachrezy
HALAMAN
PENGESAHAN
Laporan
karya wisata ini telah disetujui dan disahkan oleh Bapak/Ibu Guru serta Kepala
Sekolah SMP NEGERI 1 BALONG .
Hari :
Tanggal :
Wali Kelas IX F, Pembimbing,
Harmini, S.Pd. Nanik
Yuliani, S.Pd
NIP. 19650616 200701 2 01 NIP. 19630722 198512 2 002
Mengetahui,
Kepala
SMP Negeri 1 Balong
Kusnin,
S.Pd. M.Pd
NIP.19700928 199802 1 001
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum.
Wr. Wb.
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah pada Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayahnya sehingga kami dapat
menyusun laporan study tour ini dengan sebaik-baiknya. Laporan study tour ini
merupakan salah satu persyaratan mengikuti Ujian Nasional Tahun Pelajaran
2015/2016 dan merupakan kewajiban kami sebagai siswa kelas IX.
Pembuatan laporan study tour ini bermanfaat untuk
menambah pengalaman kami, selain itu juga sebagai bahan pertimbangan teori
dan kenyataan di lapangan.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada :
- Bapak Kusnin, M.Pd. selaku Kepala SMPN 1 Balong yang telah memberi izin dan bertanggung jawab kepada kami semua dalam melaksanakan study tour.
- Ibu Harmini, S.Pd. selaku wali kelas kita yang memberikan pengarahan dan bimbingan kepada kami.
- Yth. Ibu Nanik Yuliani, S.Pd. selaku pembimbing yang telah mengarahkan dalam menyelesaikan laporan study tour ini.
- Yth. Bapak Ibu guru serta karyawan dan karyawati SMPN 1 Balong.
- Dan semua pihak yang telah ikut membantu dalam menyelesaiakan laporan study tour ini.
Akhirnya semoga amal
baik yang Bapak/Ibu guru berikan kepada kami (penulis)
mendapatkan
balasan yang semestinya dari Allah SWT. Semoga laporan ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa
laporan study tour ini masih banyak kekurangan dan keesalahan, maka untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun dari Bapak/Ibu guru sangat kami
harapkan untuk kesempurnaan langkah berikutnya.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Ponorogo, 12 Februari 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman judul
Halaman Daftar Kelompok
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
B.
Tujuan
C.
Ruang
Lingkup
D.
Sumber
Data dan Metode
BAB II PEMBAHASAN
A.
Candi
Borobudur
B.
Keraton
Yogyakarta
C.
Pantai
Parangtritis
D.
Malioboro
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kami membuat laporan ini dengan judul
“Laporan Study Tour” bertujuan untuk dapat mengetahui bahwa kami dalam tour
kemarin tidak hanya bersenang-senang, tetapi juga belajar banyak pengetahuan
tentang sejarah Indonesia yang tepatnya di kota Yogyakarta.
Sebenarnya laporan study tour kali ini
juga dapat digunakan sebagi pedoman saat kita akan melaksanakan Study Tour
sebelumnya. Pengertiannya :
·
Study Tour adalah berekreasi ke
tempat-tempat tertentu supaya dapat membuat fikiran kita menjadi segar. Selain
itu Study Tour adalah kegiatan yang dapat digunakan sebagai pembelajaran,
karena dapat mengenal berbagai ilmu pengetahuan.
B.
TUJUAN
Kami
mengadakan Study Tour ini tentu ada latar belakang serta tujuan. Adapun tujuan
kami mengadakan Study Tour kali ini adalah sebagai berikut :
·
Siswa mengenal tempat-tempat bersejarah
di Indonesia,khususnya Jawa Timur.
·
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
·
Menambah keakraban dan kebersamaan antar
siswa.
·
Belajar kelompok di alam bebas, bukan
hanya terfokus di dalam kelas.
·
Memenuhi persyaratan yang diwajibkan
dalam mengikuti Ujian Nasional.
Selain dari tujuan di atas, adapun
tujuan bagi kami sendiri yaitu untuk membuat Laporan Study Tour dengan baik dan
lancer sesuai dengan harapan kami.
- Di Borobudur kami bisa mengenal dan melihat megahnya bangunan zaman dahulu yang mempunyai arsitektur indah dan belajar sejarah.
- Di Keraton Yogyakarta kami bisa mengenal bangunan masa lampau dan belajar bagaimana kehidupan kerajaan zaman dahulu.
- Di Pantai Parangtritis kami bisa menikmati pemandangan yang begitu indah.
- Dan yang terakhir di Malioboro kami dapat mengetahui kerajinan khas Yogyakarta dan mengamati tentang kegiatan ekonomi masyarakat daerah Yogyakarta.
Kami
sangat senang dpat mengunjungi tempat-tempat tersebut. Karena disamping kami
bisa refresing, kami juga mendapat banyak sekali ilmu pengetahuan.
C. RUANG LINGKUP
Dalam karya tulis tentunya terdapat ruang lingkup
atau pembahasan yang akan dibahas yaitu tentang keadaan alam, peninggalan
sejarah dan masih banyak lagi.
Ruang
lingkup Study Tour yang diprogamkan SMP NEGERI 1 BALONG sebagai berikut :
1. Candi
Borobudur
2. Keraton
Yogyakarta
3. Pantai
Parangtritis
4. Malioboro
Ruang lingkup obyek wisata yang telah
kami datangi sudah cukup luas untuk menyusun laporan ini. Laporan ini pun
bersember dari pengamatan kelompok kami saat melakukan Study Tour yang diikuti
kelas IX di Yogyakarta dan sekitarnya
D. SUMBER DATA DAN METODE
1.
SUMBER
DATA
Data yang kami buat berdasarkan pengamatan langsung
yang kami lakukan pada tanggal 11 Oktober 2014. Kami membuat laporan ini sesuai
dengan penampakan dan keadaan di
sana,
selain itu sumber data yang kami gunakan adalah penjelasan dari orang-orang
yang tinggal di sana,
dan pemandu wisata kami.
2.
METODE
Di dalam menyusun laporan ini, kami menggunakan metode
langsung (observasi) dan sumber dari buku-buku maupun internet. Dengan harapan
kami bisa mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana budaya kita, dan kita dapat
mengetahui maupun memahami Laporan Study Tour ini dengan hasil yang memuaskan
bagi kami dan juga bagi Bapak / Ibu guru sekalian.
·
Metode Observasi
Metode Observasi adalah
metode yang menggunkan pengamatan secara langsung dengan cara mengunjungi
tempat wisata yang akan diamati.
·
Metode dari Buku
Metode Dari Buku adalah
metode yang menggunakan buku-buku seperti brosur, buku pengetahuan yang
bersangkutan dan buku-buku panduan lainnya.
·
Metode dari Internet
Metode dari Internet
adalah metode yang menggunakan sumber wawasan dari google dan akun-akun lainnya
yang ada di Internet.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
CANDI BOROBUDUR
1.
Letak
Geografis
Kecamatan
Borobudur,
yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia.
Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang,
86 km di sebelah barat Surakarta,
dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakartasekitar
3 km dari Kota
Mungkid (ibukota Kabupaten
Magelang, Jawa Tengah).
2. Sejarah
Dalam Bahasa Indonesia, bangunan keagamaan purbakala disebut candi; istilah candi juga digunakan secara
lebih luas untuk merujuk kepada semua bangunan purbakala yang berasal dari masa
Hindu-Buddha di Nusantara, misalnya gerbang, gapura, dan petirtaan (kolam dan
pancuran pemandian). Asal mula nama Borobudur tidak jelas, meskipun
memang nama asli dari kebanyakan candi di Indonesia tidak diketahui. Nama
Borobudur pertama kali ditulis dalam buku "Sejarah Pulau Jawa" karya Sir Thomas Raffles. Raffles menulis mengenai
monumen bernama borobudur, akan tetapi tidak ada dokumen yang lebih tua
yang menyebutkan nama yang sama persis. Satu-satunya naskah Jawa kuno yang
memberi petunjuk mengenai adanya bangunan suci Buddha yang mungkin merujuk
kepada Borobudur adalah Nagarakretagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada 1365.
Nama Bore-Budur,
yang kemudian ditulis BoroBudur, kemungkinan ditulis Raffles dalam tata
bahasa Inggris untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu yaitu desa Bore
(Boro); kebanyakan candi memang seringkali dinamai berdasarkan desa
tempat candi itu berdiri. Raffles juga menduga bahwa istilah 'Budur' mungkin
berkaitan dengan istilah Buda dalam bahasa Jawa yang berarti
"purba"– maka bermakna, "Boro purba".[10] Akan tetapi arkeolog lain beranggapan bahwa
nama Budur berasal dari istilah bhudhara yang berarti gunung.
Banyak teori yang berusaha menjelaskan
nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal
dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung" (bhudara) di
mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur
berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi
menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua
kata "bara" dan "beduhur". Kata bara konon berasal
dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara
berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya kompleks
candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau
mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti "di
atas". Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah
tinggi.
Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar
doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan.
Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Tri Tepusan, Casparis memperkirakan
pendiri Borobudur adalah raja Mataram dari wangsa Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824
M.
Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan
waktu setengah abad. Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan
tanah sima (tanah bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani)
untuk memelihara Kamūlān yang disebut Bhūmisambhāra. Istilah Kamūlān
sendiri berasal dari kata mula yang berarti tempat asal muasal, bangunan
suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra.
Casparis memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa
Sanskerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan
boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.
3.
Struktur
bangunan
Penampang candi Borobudur terdapat rasio perbandingan 4:6:9 antara bagian kaki, tubuh, dan
kepala
Tangga Borobudur mendaki melalui serangkaian gapura berukir Kala-Makara
Sekitar 55.000 meter kubik
batu andesit diangkut dari tambang batu dan tempat
penatahan untuk membangun monumen ini. Batu ini dipotong dalam ukuran tertentu,
diangkut menuju situs dan disatukan tanpa menggunakan semen. Struktur Borobudur
tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock (saling
kunci) yaitu seperti balok-balok lego yang bisa menempel tanpa
perekat. Batu-batu ini disatukan dengan tonjolan dan lubang yang tepat dan muat
satu sama lain, serta bentuk "ekor merpati" yang mengunci dua blok
batu. Relief dibuat di lokasi setelah struktur bangunan dan dinding rampung.
Monumen ini dilengkapi
dengan sistem drainase yang cukup baik untuk
wilayah dengan curah hujan yang tinggi. Untuk mencegah genangan dan kebanjiran,
100 pancuran dipasang disetiap sudut, masing-masing dengan rancangan yang unik
berbentuk kepala raksasa kala atau makara.
Borobudur amat berbeda
dengan rancangan candi lainnya, candi ini tidak dibangun di atas permukaan
datar, tetapi di atas bukit alami. Akan tetapi teknik pembangunannya serupa
dengan candi-candi lain di Jawa. Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan
seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan
jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi
tingkat. Secara umum rancang bangun Borobudur mirip dengan piramida berundak. Di lorong-lorong inilah umat
Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah
kanan. Borobudur mungkin pada awalnya berfungsi lebih sebagai sebuah stupa,
daripada kuil atau candi.[53] Stupa memang dimaksudkan sebagai
bangunan suci untuk memuliakan Buddha. Terkadang stupa dibangun sebagai lambang
penghormatan dan pemuliaan kepada Buddha. Sementara kuil atau candi lebih
berfungsi sebagai rumah ibadah. Rancangannya yang rumit dari monumen ini
menunjukkan bahwa bangunan ini memang sebuah bangunan tempat peribadatan.
Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur teras bertingkat-tingkat ini diduga
merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan
bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Menurut legenda setempat
arsitek perancang Borobudur bernama Gunadharma, sedikit yang diketahui tentang arsitek
misterius ini.[54] Namanya lebih berdasarkan dongeng dan
legenda Jawa dan bukan berdasarkan prasasti bersejarah. Legenda Gunadharma
terkait dengan cerita rakyat mengenai perbukitan Menoreh yang bentuknya
menyerupai tubuh orang berbaring. Dongeng lokal ini menceritakan bahwa tubuh
Gunadharma yang berbaring berubah menjadi jajaran perbukitan Menoreh, tentu
saja legenda ini hanya fiksi dan dongeng belaka.
Perancangan Borobudur
menggunakan satuan ukur tala, yaitu panjang wajah manusia antara ujung
garis rambut di dahi hingga ujung dagu, atau jarak jengkal antara ujung ibu
jari dengan ujung jari kelingking ketika telapak tangan dikembangkan
sepenuhnya.[55] Tentu saja satuan ini bersifat relatif dan
sedikit berbeda antar individu, akan tetapi satuan ini tetap pada monumen ini.
Penelitian pada 1977 mengungkapkan rasio perbandingan 4:6:9 yang ditemukan di
monumen ini. Arsitek menggunakan formula ini untuk menentukan dimensi yang
tepat dari suatu fraktal geometri perulangan
swa-serupa dalam rancangan Borobudur.[55][56] Rasio matematis ini juga ditemukan dalam
rancang bangun Candi Mendut dan Pawon di dekatnya. Arkeolog yakin bahwa rasio
4:6:9 dan satuan tala memiliki fungsi dan makna penanggalan, astronomi,
dan kosmologi. Hal yang sama juga berlaku di candi Angkor Wat di Kamboja.[54]
Struktur bangunan dapat
dibagi atas tiga bagian: dasar (kaki), tubuh, dan puncak.[54] Dasar berukuran 123×123 m (403.5 ×
403.5 ft) dengan tinggi 4 metres (13 ft).[53] Tubuh candi terdiri atas lima batur teras
bujur sangkar yang makin mengecil di atasnya. Teras pertama mundur 7 metres
(23 ft) dari ujung dasar teras. Tiap teras berikutnya mundur 2 metres
(6.6 ft), menyisakan lorong sempit pada tiap tingkatan. Bagian atas
terdiri atas tiga teras melingkar, tiap tingkatan menopang barisan stupa
berterawang yang disusun secara konsentris. Terdapat stupa utama yang terbesar
di tengah; dengan pucuk mencapai ketinggian 35 metres (115 ft) dari permukaan
tanah. Tinggi asli Borobudur termasuk chattra (payung susun tiga) yang kini
dilepas adalah 42 metres (138 ft) . Tangga terletak pada bagian tengah
keempat sisi mata angin yang membawa pengunjung menuju bagian puncak monumen
melalui serangkaian gerbang pelengkung yang dijaga 32 arca singa. Gawang pintu
gerbang dihiasi ukiran Kala pada puncak tengah lowong
pintu dan ukiran makara yang menonjol di kedua
sisinya. Motif Kala-Makara lazim ditemui dalam arsitektur pintu candi di Jawa.
Pintu utama terletak di sisi timur, sekaligus titik awal untuk membaca kisah
relief. Tangga ini lurus terus tersambung dengan tangga pada lereng bukit yang
menghubungkan candi dengan dataran di sekitarnya.
Relief Candi Borobudur :
Pada dinding candi di
setiap tingkatan — kecuali pada teras-teras Arupadhatu — dipahatkan panel-panel
bas-relief yang dibuat dengan sangat teliti dan halus.[57] Relief dan pola hias Borobudur bergaya
naturalis dengan proporsi yang ideal dan selera estetik yang halus.
Relief-relief ini sangat indah, bahkan dianggap sebagai yang paling elegan dan
anggun dalam kesenian dunia Buddha.[58] Relief Borobudur juga menerapkan disiplin
senirupa India, seperti berbagai sikap tubuh yang memiliki makna atau nilai
estetis tertentu. Relief-relief berwujud manusia mulia seperti pertapa, raja
dan wanita bangsawan, bidadari atapun makhluk yang
mencapai derajat kesucian laksana dewa, seperti tara dan boddhisatwa, seringkali
digambarkan dengan posisi tubuh tribhanga. Posisi tubuh ini disebut "lekuk
tiga" yaitu melekuk atau sedikit condong pada bagian leher, pinggul, dan
pergelangan kaki dengan beban tubuh hanya bertumpu pada satu kaki, sementara
kaki yang lainnya dilekuk beristirahat. Posisi tubuh yang luwes ini menyiratkan
keanggunan, misalnya figur bidadari Surasundari yang berdiri dengan sikap tubuh
tribhanga sambil menggenggam teratai bertangkai panjang.[59]
Relief Borobudur
menampilkan banyak gambar; seperti sosok manusia baik bangsawan, rakyat jelata,
atau pertapa, aneka tumbuhan dan hewan, serta menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional Nusantara. Borobudur tak ubahnya
bagaikan kitab yang merekam berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa kuno.
Banyak arkeolog meneliti kehidupan masa lampau di Jawa kuno dan Nusantara abad
ke-8 dan ke-9 dengan mencermati dan merujuk ukiran relief Borobudur. Bentuk
rumah panggung, lumbung, istana dan candi, bentuk perhiasan, busana serta
persenjataan, aneka tumbuhan dan margasatwa, serta alat transportasi, dicermati
oleh para peneliti. Salah satunya adalah relief terkenal yang menggambarkan Kapal Borobudur.[60] Kapal kayu bercadik khas Nusantara ini
menunjukkan kebudayaan bahari purbakala. Replika bahtera yang dibuat
berdasarkan relief Borobudur tersimpan di Museum Samudra Raksa yang terletak di sebelah
utara Borobudur.[61]
Relief-relief ini dibaca
sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sanskerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini
bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-relief cerita jātaka. Pembacaan cerita-cerita
relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di
setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu
gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang
sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke
timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.
4. Pengaruh terhadap ekonomi
masyarakat
Borobudur kini
Masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan. Tiap tahun umat Budha yang
dating dari seluruh Indonesia dan manca Negara berkumpul di Borobudur untuk
memperingati “Trisuci Waisal”.Obyek wisata tersebut sangat mempengarunghi bagi
masyarakat, apalagi banyak warga yang memcari uang dengan tawaran yang berhubungan dengan obyek
tersebut.
B. KERATON
YOGYAKARTA
1. Letak
geografis
Keraton Yogyakarta terletak di pusat kota
Yogyakarta. Letaknya sangat strategis, diantara dua lapangan besar yang sering
disebut alun-Alun Utara (lor) dan Alun-Alun Selatan (Kidul). Secara geografis
Yogyakarta terletak di pulau Jawa bagian Tengah. Keraton Yogyakarta yang
beralamatdi Jalan Ratawijayan I. Keraton Yogyakarta sangat dekat dengan
Maloiboro dari arah Malioboro lurus ke selatan kita sudah sampai di lokasi
tersebut.
2. Sejarah
Sultan Hamengkubuwono VIII menerima kunjungan
kehormatan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Bijleveld di Keraton Yogyakarta,
sekitar tahun 1937.
Keraton Yogyakarta mulai
didirikan oleh Sultan
Hamengku Buwono I
beberapa bulan pasca Perjanjian
Giyanti
pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon
adalah bekas sebuah pesanggarahan[2] yang bernama Garjitawati.
Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja
Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan
lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di
tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku
Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk
wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman[3].
Secara
fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti
Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri
Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan
Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan)[4][5].
Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang
berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton
Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya.
Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula
mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta. Dan untuk itulah pada tahun 1995
Komplek Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO
3.
Bagian
bangunan
Luas
keraton Yogyakarta adalah 14.000 m2. Di dalamnyaterdapat banyak
-bangunan, halaman-halaman dan lapangan-lapangan. Dimulai dari halaman keraton
ke utara :
1.
Kedaton/Prabayeksa
2.
Bangsal Kencana
3.
Regol Danapratapa (pintu gerbang)
4.
Sri Manganti
5.
Regol Srimanganti (pintu gerbang)
6.
Bangsal Poncowati (dengan halaman
kemandungan)
7.
Regol Brajanala (pintu gerbang)
8.
Siti Inggil
9.
Tarub Agung
10. Pagelaran
(dengan tiang berjumlah 64)
11. Alun-alun
utara (yang dihias pohon beringin berjumlah 62
batang)
12. Pasar
(Beringharja)
13. Kepatihan
14. Tugu
Angka
64 menggambarkan usia Nabi Muhammad 64 tahun Jawa, atau 62 tahun masehi.
Jika
melihatdari halaman keraton keselatan maka akan terlihat :
15. Regol
Kemegangan (pintu gerbang)
16. Bangsal
kemegangan
17. Regol
Gadungmlati (pintu gerbang)
18. Bangsal
kemandungan
19. Regol
Kemandungan (pintu gerbang)
20. Siti
Inggil
21. Alun-alun
selatan
22. Krapyak
Ditengah
halaman kemandungan kidul terdapat bangsal, bangsal tersebut bernama bangsal
kemandungan. Bangsal tersebut merupakan bekas pesanggrhan Sri Sultan
Hamengkubuwono I, di saat perang Giyanti pada tahun 1746-1755 I desa Pandak
Karangnangka
Krapyak
merupakan sebuah podium tinggi yang terbuat dari batu-bata untuki Sri Sultan,
Jika Baginda sedang memperhatikan tentara atau kerabatnya menunjukkan
ketangkasannya mengepung, memburu ataupun mengejar rusa. Kompleks itu
dikelilingi beteng, yaitu tembok yang lebar. Panjangnya 1 km, berbentuk 4
persegi, tingginya 3,5 m, dan lebarnya 3-4 m. dibeberapa tempat dibenteng itu
ada gang atau jalan untuk menyimpan senjata dan amunisi. Di ke empat sudutnya
terdapat bastion-bastion dengan lobang-lobang kecil di dindingnya untuk
mengintai musuh. Tiga dari bastion-bastion itu sekarang masih dapat dilihat.
Beteng itu terletak di sebelah luar dikelilingi oleh parit yang lebar dan
dalam.
Lima buah plengkung atau pintu gerbang
dalam benteng menghubungkan kompleks kraton dengan dunia luar.
Plengkung-plengkung itu ialah :
1. Plengkung
Tarunasura atau plengkung wijilan yang terletak di sebelah timur laut
2. Plengkung
Jogosuro atau plengkung ngasem yang terletak di sebelah barat daya
3. Plengkung
Jogoboyoatau plengkung Taman-Sari di sebelah barat
4. Plengkung
Nirboyo atau plengkung gading di sbelah selatan
Plengkung
tambakboyo atau plengkung Gondomanan disebelah timur Kompleks bangunan keraton
ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih
menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan
salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan
museum yang menyimpan berbagai
koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa,
replika pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya,
keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki
balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.
4. Pengaruh
terhadap masyarakat
Pengaruh terhadap masyarakat sekitar adalah
bermacam-macam. Masyarakat sekitar bisa menjual makanan khas dan barang-barang
yang khas dari keratin. Perilaku masyarakat sekitar juga berpengaruh. Biasanya
perilaku masyarakat sekitar terpengaruh dengan lingkungan Keraton.
C. PANTAI PARANGTRITIS YOGYAKARTA
1.
Letak
geografis
Pantai Parangtritis terletak di Desa Parangtritis Kecamatan
Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Letaknya berjarak 27 km dari pusat Kota
Yogyakarta. untuk mencapai pantai ini, wisatawan dengan mudah dapat menempuhnya
menggunakan berbagai alat transportasi seperti motor, sepeda, mobil bahkan
transportasi umum sebagai bis. Tak sulit, karena rute jalan hanya lurus dari
arah utara sampai ke arah tepi selatan Yogyakarta, dengan jalan halus dan tidak
menanjak. Jika masih bingung, tak usah khawatir karena di sepanjang jalan
banyak papan penunjuk jalan menuju Pantai Parangtritis.
2.
Sejarah
Nama Parangtritis ketika disebutkan akan langsung terbayang
kawasan Yogyakarta. Pantai Parangtritis bisa dianggap sebagai kepalanya pantai
diantara sekitar 30 pantai di Yogyakarta. Ketenaran Parangtritis telah menyebar
hingga ke nusantara dan seringkali menjadi salah satu tujuan utama wisatawan. Nama
Parangtritis berasal dari dua kata yaitu parang, berarti batu karang dan
tritis yang dalam bahasa Jawa dikenal tumaritis artinya sesuatu
yang menetes. Jadi Parangtritis berarti batu karang yang ditetesi air. Asal
nama Parangtritis berawal ketika pada suatu hari ada seorang bernama
Dipokusumo, seorang pelarian dari Kerajaan Majapahit datang ke pantai yang
belum bernama tersebut. Di tempat itu dia bersemedi dan menyendiri, mencari
ketenangan jiwa dan pikiran. Pada saat demikian ia melihat tetes-tetes air
jatuh menetesi batu karang di bawahnya. Melihat pemandangan indah itu, tempat
itu dinamakan Parangtritis.
3. Keindahan dan Kenyamanan
Keunikan pantai Parangtritis dapat dilihat dari segi
keindahan fisik dan juga segi mitos yang hanya dapat dirasakan oleh kepercayaan
masing-masing orang. Memandang keindahan fisik pantai Parangtritis tak akan
membuat wisatawan kecewa atau kapok, justru dapat membuat keterpikatan dan
berefek ketagihan. Keindahan pertama dapat dilihat dari gundukan pasir yang
mengelompok menyambut kaki-kaki lembut wisatawan ketika mulai tiba di pantai
Parangtritis. Gundukan pasir yang dikenal dengan gumuk pasir ini
merupakan efek terpaan angin dari arah barat, timur dan selatan Parangtritis.
Menyelingi beberapa jajaran gumuk pasir, wisatawan juga dapat menemukan
beberapa batu karang berukuran besar di tepi pantai. Karang-karang ini biasanya
dijadikan para wisatawan untuk berfoto atau sekedar duduk bersantai.
Melangkah pada pantai Parangtritis, wisatawan akan melihat
betapa luasnya Pantai Parangtritis membentang indah dengan bentuk yang landai.
Pemandangan luas, tanpa aling-aling pepohonan, bangunan atau para kapal-kapal
nelayan ini membuat wisatawan menjadi fresh dan menghilangkan kepenatan diri.
Ditengah keasyikan menikmati pantai, seringkali terlihat beberapa delman sewaan
siap mengantarkan wisatawan menikmati luasnya Pantai Parangtritis. Memandang
keindahan Parangtritis tak lengkap jika melewatkan sunset menawan ketika sore
hari menjelang malam. Dari semua tempat di Parangtritis wisatawan akan melihat
sunset memancar terang, seakan menyampaikan salam perpisahan pada siang.
Selanjutnya, mari alihkan pandangan ke sebelah timur Pantai
Parangtritis. Di sana terlihat bongkahan batu membentuk bukit berdiri kokoh
menghadap Pantai. Seakan-akan selalu siap siaga menjaga keamanan wilayah
Parangtritis. Benar, bukit yang bernama Parangendog ini melindungi wilayah
belakang Pantai Parangtritis dari guncangan ombak tinggi di Parangtritis. Jika
ada tsunami, ombak akan mengenai bukit dan berbalik ke arah pantai, sehingga
keselamatan warga di Parangtritis dan Bantul terlindungi.
Ketika lelah menyapa, para wisatawan dapat beristirahat sejenak,
menikmati makanan yang dijual para pedagang di kawasan pantai. Wisatawan juga
dapat mengistirahatkan badan di beberapa penginapan yang banyak tersedia dengan
dilengkapi tempat parkir luas, aman dan nyaman. Selain itu masih banyak
fasilitas lain yang tersedia, seperti kamar mandi dan mushola. Hanya dengan
membayar tiket sebesar Rp. 7.000 tiap satu sepeda motor, wisatawan sudah dapat
masuk wilayah pantai Parangtritis sepuasnya.
4.
Pengaruh
terhadap perekonomian masyarakat
Pantai Parangtritis mempunyai dampak positif bagi
perekonomian warga sekitar. Warga sekitar dapat menjual hasil laut, kerajinan
tangan, dan makanan khasdaerah di sekitar pantai. Hal itu dapat mengangkat
perekonomian warga.
D.
MALIOBORO
1. Letak geografis
Malioboro merupakan salah satu nama dari tiga jalan
di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan
Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran
Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani. Jalan ini merupakan poros
Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.
2. Sejarah
Jalan
Malioboro adalah saksi sejarah perkembangan Kota Yogyakarta dengan melewati
jutaan detik waktu yang terus berputar hingga sekarang ini. Membentang panjang
di atas garis imajiner Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak Gunung Merapi.
Malioboro adalah detak jatung keramaian kota Yogyakarta yang terus berdegup
kencang mengikuti perkembangan jaman. Sejarah penamaan Malioboro terdapat dua
versi yang cukup melegenda, pertama diambil dari nama seorang bangsawan Inggris
yaitu Marlborough, seorang residen Kerajaan Inggris di kota Yogjakarta dari
tahun 1811 M hingga 1816 M. Versi kedua dalam bahasa sansekerta Malioboro
berarti “karangan bunga” dikarenakan tempat ini dulunya dipenuhi dengan
karangan bunga setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Lebih dari 250 tahun
yang lalu Malioboro telah menjelma menjadi sarana kegiatan ekonomi melalui
sebuah pasar tradisional pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I.
Dari tahun 1758 – sekarang Malioboro masih terus bertahan dengan detak jantung
sebagai kawasan perdagangan dan menjadi salah satu daerah yang mewakili wajah
kota Yogyakarta.
3. Ciri khas
Malioboro sekarang ikon Kota Yogyakarta.Nama
Malioboro berasal dari kata Sansekerta yang yang berarti karangan bunga. Konon
jalan ini memang selalu dipenuhi banyak bunga pada saat perayaan-perayaaan atau
upacara-upacara tertentu.
Jalan Malioboro terkenal
dengan dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas Yogyakarta
dan warung-warung lesehan pada malam hari yang menjual makanan gudeg khas
Yogyakarta, serta terkenal sebagai pusat berkumplnya seniman-seniman yang
sering mengekspresikan kemampuan mereka seperti bermain music, melukis,
happening art, pantomime, dan lain-lain disepanjang jalan.Di Jalan Malioboro
ini masih sangat terasa kekunoannya, karena di sekitar jala ini masih berdiri
bangunan-bangunan bersejarah pada zaman Belanda.
4. Dampak bagi perekonomian
masyarakat
Malioboro
adalah tempat jual beli kerajinan khas Yogyakarta. Berbagai macam kerajinan
dijual di situ. Makanan khas Yogyakarta juga banyak dijual disitu. Oleh sebab
itu masyarakat dapat menjual hasil kerajinan rumahan di Malioboro . Banyak
pengunjung atau wisatawan Yogyakarta membeli oleh-oleh di Malioboro. Hal itu
menyebabkan pedagang yang sebagian besar dari masyarakat memperoleh keuntungan
dan hal itu menyebabkan perekonomian masyarakat sekitar meningkat dan lebih
baik.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Setelah
mengunjungi dan mengamati dengan seksama keempat obyek wisata tersebut antara
lain : Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, Pantai Parangtritis dan Malioboro .
Maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Candi Borobudur
Candi
Borobudur merupakan obyek wisata bersejarah di Yogyakarta. Candi tersebut
menunujukan kehebatan dan kemegahan arsitektur zaman dahulu. Candi Borobudr
sudah ditetapkan oleh UNESCO sebagi salah satu warisan dunia. Pelajar bisa
menambah wawasan dengan mengunjungi candi tersebut.
2. Keraton Yogyakarta
Keraton
Yogyakarta merupakan obyek wisata yang sangat menarik serta bersejarah di
Yogyakarta. Di tempat itu kita dapat mengetahui bagaimana kehidupan zaman
kerjaan tempo dahulu. Disitu juga kita dapat belajar adat istiadat. Keraton
Yogyakarta sangat cocok untuk tempat mengenal tata karma yang baik.
3. Pantai Parangtritis
Parangtritis
merupakan obyek wisata unggulan di daerah Yogyakarta. Pemandangan yang elok
menambah kepuasan para pengunjung. Wiasata ini sangat cocok untuk melepas semua
kepenatan. Pemandangan pantainya yang indah menciptakan motivasi maupun
imajinasi bagi para pengunjungnya, termasuk kami. Pantai Parangtritis terletak di Kabupaten Bantul bagian selatan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pantai dikenal dengan mitos Nyi Roro Kidul penguasa laut selatan.
4. Malioboro
Malioboro
merupakan sebuah kawasan belanja yang ramai, di waktu siang maupun malam. Di
sana juga terdapat pasar sore Malioboro. Banyak orang yang berjualan makanan,
barang, souvenir, dan patung khas Yogyakarta. Tidak lupa keistimewaannya adalah
warung lesehan dan souvenir yang paling khas yaitu kaos oblong dengan merk
“Dagadu”, dan tak kalah pentingnya adalah ilmu perekonomian yang dapat kita
pelajari di sana.
B. SARAN
Mengingat
Negara kita mempunyai obyek wisata banyak, khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta
dan sekitarnya, maka kegiatan tersebut harus ditingkatkan. Sehingga akan
menarik minat siswa untuk belajar lebih banyak lagi. Dengan adanya Study Tour
ini semoga para siswa menjadi senang dan bersemangat dalam belajar.
Selain
itu waktu yang digunakan di Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, Pantai
Parangtritis dan Malioboro sangatlah sebentar dan kurang lama,paling tidak di
sana empat jam sehingga siswa tidak jenuh dan lebih baiknya siswa harus
diberikan penyuluhan dan pembinaan agar siswa tidak melakukan hal-hal yang
kurang baik ketika Study Tour.
Study
Tour kali ini sangat menyenangkan dengan adanya kunjungan di berbagai tempat
wisata yang ada di daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Semoga bermanfaat bagi
kami dan menjadi kenangan manis yang tak terlupakan, dan menambah keimanan
setelah menikmati keagungan karya-karya Sang Pencipta.
Peyusun
DAFTAR
PUSTAKA
Dwi, Mita. dkk. 2009. Laporan
Study Tour Di Yogyakarta Dan Sekitarnya. Ponorogo: SMPN 1 BALONG.
Elma, Elvi. dkk. 2012.
Laporan Study Tour Dan Out Bond Di Yogyakarta Dan Sekitarnya. Ponorogo: SMPN 1
BALONG
kotajogja.com/wisata/index/85
id.wikipedia.org/wiki/Keraton_Ngayogyakarta_Hadiningrat
id.wikipedia.org/wiki/Borobudur