Jumat, 06 Februari 2015

LAPORAN STUDY TOUR



LAPORAN STUDY TOUR
di
YOGYAKARTA DAN SEKITARNYA
LAPORAN STUDY TOUR INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI  PERSYARATAN MENEMPUH UJIAN NASIONAL DI SMPN 1 KEC. BALONG TAHUN PELAJARAN 2014/2015




DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I
KELAS IX F


DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN PONOROGO
SMP NEGERI I BALONG
TAHUN 2014/2015






LAPORAN STUDY TOUR DI YOGYAKARTA


Laporan ini disusun oleh :
KELOMPOK I
KELAS IX F

Ketua                  :   Ayu Wanvirgia Dineng Wilany
Anggota                :
1.    Adi Mas Popung N.
2.    Anissa Rizki Suwardani
3.    Bagas Irsaktiar
4.    Fadhilatus Sysya Rawi
5.    Rengga Arya Fachrezy


















HALAMAN PENGESAHAN

Laporan karya wisata ini telah disetujui dan disahkan oleh Bapak/Ibu Guru serta Kepala Sekolah SMP NEGERI 1 BALONG .
Hari                            :
Tanggal                      :





                        Wali Kelas IX F,                                            Pembimbing,

           
                        Harmini, S.Pd.                                               Nanik Yuliani, S.Pd
               NIP. 19650616 200701 2 01                             NIP. 19630722 198512 2 002


Mengetahui,
Kepala SMP Negeri 1 Balong


Kusnin, S.Pd. M.Pd
NIP.19700928 199802 1 001






KATA PENGANTAR

                Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
            Dengan mengucap syukur Alhamdulillah pada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayahnya sehingga kami dapat menyusun laporan study tour ini dengan sebaik-baiknya. Laporan study tour ini merupakan salah satu persyaratan mengikuti Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2015/2016 dan merupakan kewajiban kami sebagai siswa kelas IX.
            Pembuatan laporan study tour ini bermanfaat untuk menambah pengalaman kami, selain itu juga sebagai bahan pertimbangan teori dan  kenyataan di lapangan.
            Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada :
  1. Bapak Kusnin, M.Pd. selaku Kepala SMPN 1 Balong yang telah memberi izin dan bertanggung jawab kepada kami semua dalam melaksanakan study tour. 
  2.  Ibu Harmini, S.Pd. selaku wali kelas kita yang memberikan pengarahan dan bimbingan kepada kami.
  3. Yth. Ibu  Nanik Yuliani, S.Pd. selaku pembimbing yang telah mengarahkan dalam menyelesaikan  laporan study tour ini.
  4. Yth. Bapak Ibu guru serta karyawan dan karyawati SMPN 1 Balong.
  5.  Dan semua pihak yang telah ikut membantu dalam menyelesaiakan laporan study tour ini.
Akhirnya semoga amal baik yang Bapak/Ibu guru berikan kepada kami (penulis)
mendapatkan balasan yang semestinya dari Allah SWT. Semoga laporan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
            Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan study tour ini masih banyak kekurangan dan keesalahan, maka untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari Bapak/Ibu guru sangat kami harapkan untuk kesempurnaan langkah berikutnya.
            Terima kasih.

            Wassalamu’alaikum Wr. Wb.                                            



Ponorogo, 12 Februari 2015



                                                                                                                    Penyusun















DAFTAR ISI


Halaman judul
Halaman Daftar Kelompok
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Tujuan
C.     Ruang Lingkup
D.    Sumber Data dan Metode
BAB II PEMBAHASAN
A.    Candi Borobudur
B.     Keraton Yogyakarta
C.     Pantai Parangtritis
D.    Malioboro
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran
Daftar Pustaka






BAB I
PENDAHULUAN
                                                   
A.  LATAR BELAKANG
Kami membuat laporan ini dengan judul “Laporan Study Tour” bertujuan untuk dapat mengetahui bahwa kami dalam tour kemarin tidak hanya bersenang-senang, tetapi juga belajar banyak pengetahuan tentang sejarah Indonesia yang tepatnya di kota Yogyakarta.
Sebenarnya laporan study tour kali ini juga dapat digunakan sebagi pedoman saat kita akan melaksanakan Study Tour sebelumnya. Pengertiannya :
·         Study Tour adalah berekreasi ke tempat-tempat tertentu supaya dapat membuat fikiran kita menjadi segar. Selain itu Study Tour adalah kegiatan yang dapat digunakan sebagai pembelajaran, karena dapat mengenal berbagai ilmu pengetahuan.


B.   TUJUAN
Kami mengadakan Study Tour ini tentu ada latar belakang serta tujuan. Adapun tujuan kami mengadakan Study Tour kali ini adalah sebagai berikut :
·         Siswa mengenal tempat-tempat bersejarah di Indonesia,khususnya Jawa Timur.
·         Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
·         Menambah keakraban dan kebersamaan antar siswa.
·         Belajar kelompok di alam bebas, bukan hanya terfokus di dalam kelas.
·         Memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam mengikuti Ujian Nasional.
Selain dari tujuan di atas, adapun tujuan bagi kami sendiri yaitu untuk membuat Laporan Study Tour dengan baik dan lancer sesuai dengan harapan kami.
  • Di Borobudur kami bisa mengenal dan melihat megahnya bangunan zaman dahulu yang mempunyai arsitektur indah dan belajar sejarah.
  •  Di Keraton Yogyakarta kami bisa mengenal bangunan masa lampau dan belajar bagaimana kehidupan kerajaan zaman dahulu.
  •   Di Pantai Parangtritis kami bisa menikmati pemandangan yang begitu indah.
  •  Dan yang terakhir di Malioboro kami dapat mengetahui kerajinan khas Yogyakarta dan mengamati tentang kegiatan ekonomi masyarakat daerah Yogyakarta.
Kami sangat senang dpat mengunjungi tempat-tempat tersebut. Karena disamping kami bisa refresing, kami juga mendapat banyak sekali ilmu pengetahuan.

C.  RUANG LINGKUP
Dalam karya tulis tentunya terdapat ruang lingkup atau pembahasan yang akan dibahas yaitu tentang keadaan alam, peninggalan sejarah dan masih banyak lagi.
Ruang lingkup Study Tour yang diprogamkan SMP NEGERI 1 BALONG sebagai berikut :
1.      Candi Borobudur
2.      Keraton Yogyakarta
3.      Pantai Parangtritis
4.      Malioboro
Ruang lingkup obyek wisata yang telah kami datangi sudah cukup luas untuk menyusun laporan ini. Laporan ini pun bersember dari pengamatan kelompok kami saat melakukan Study Tour yang diikuti kelas IX di Yogyakarta dan sekitarnya


D.  SUMBER DATA DAN METODE

1.    SUMBER DATA
Data yang kami buat berdasarkan pengamatan langsung yang kami lakukan pada tanggal 11 Oktober 2014. Kami membuat laporan ini sesuai dengan penampakan dan keadaan di sana, selain itu sumber data yang kami gunakan adalah penjelasan dari orang-orang yang tinggal di sana, dan pemandu wisata kami.

2.    METODE
Di dalam menyusun laporan ini, kami menggunakan metode langsung (observasi) dan sumber dari buku-buku maupun internet. Dengan harapan kami bisa mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana budaya kita, dan kita dapat mengetahui maupun memahami Laporan Study Tour ini dengan hasil yang memuaskan bagi kami dan juga bagi Bapak / Ibu guru sekalian.
·         Metode Observasi
Metode Observasi adalah metode yang menggunkan pengamatan secara langsung dengan cara mengunjungi tempat wisata yang akan diamati.
·         Metode dari Buku
Metode Dari Buku adalah metode yang menggunakan buku-buku seperti brosur, buku pengetahuan yang bersangkutan dan buku-buku panduan lainnya.
·         Metode dari Internet
Metode dari Internet adalah metode yang menggunakan sumber wawasan dari google dan akun-akun lainnya yang ada di Internet.
                                                                    






BAB II
PEMBAHASAN

A.                    CANDI BOROBUDUR



1.    Letak Geografis
Kecamatan Borobudur, yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakartasekitar 3 km dari Kota Mungkid (ibukota Kabupaten Magelang, Jawa Tengah).

2.    Sejarah
          Dalam Bahasa Indonesia, bangunan keagamaan purbakala disebut candi; istilah candi juga digunakan secara lebih luas untuk merujuk kepada semua bangunan purbakala yang berasal dari masa Hindu-Buddha di Nusantara, misalnya gerbang, gapura, dan petirtaan (kolam dan pancuran pemandian). Asal mula nama Borobudur tidak jelas, meskipun memang nama asli dari kebanyakan candi di Indonesia tidak diketahui. Nama Borobudur pertama kali ditulis dalam buku "Sejarah Pulau Jawa" karya Sir Thomas Raffles. Raffles menulis mengenai monumen bernama borobudur, akan tetapi tidak ada dokumen yang lebih tua yang menyebutkan nama yang sama persis. Satu-satunya naskah Jawa kuno yang memberi petunjuk mengenai adanya bangunan suci Buddha yang mungkin merujuk kepada Borobudur adalah Nagarakretagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada 1365.
          Nama Bore-Budur, yang kemudian ditulis BoroBudur, kemungkinan ditulis Raffles dalam tata bahasa Inggris untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu yaitu desa Bore (Boro); kebanyakan candi memang seringkali dinamai berdasarkan desa tempat candi itu berdiri. Raffles juga menduga bahwa istilah 'Budur' mungkin berkaitan dengan istilah Buda dalam bahasa Jawa yang berarti "purba"– maka bermakna, "Boro purba".[10] Akan tetapi arkeolog lain beranggapan bahwa nama Budur berasal dari istilah bhudhara yang berarti gunung.
        Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur". Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.
      Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Tri Tepusan, Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja Mataram dari wangsa Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara Kamūlān yang disebut Bhūmisambhāra. Istilah Kamūlān sendiri berasal dari kata mula yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa Sanskerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.

3.    Struktur bangunan














Penampang candi Borobudur terdapat rasio perbandingan 4:6:9 antara bagian kaki, tubuh, dan
kepala

















Tangga Borobudur mendaki melalui serangkaian gapura  berukir Kala-Makara
       Sekitar 55.000 meter kubik batu andesit diangkut dari tambang batu dan tempat penatahan untuk membangun monumen ini. Batu ini dipotong dalam ukuran tertentu, diangkut menuju situs dan disatukan tanpa menggunakan semen. Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock (saling kunci) yaitu seperti balok-balok lego yang bisa menempel tanpa perekat. Batu-batu ini disatukan dengan tonjolan dan lubang yang tepat dan muat satu sama lain, serta bentuk "ekor merpati" yang mengunci dua blok batu. Relief dibuat di lokasi setelah struktur bangunan dan dinding rampung.
Monumen ini dilengkapi dengan sistem drainase yang cukup baik untuk wilayah dengan curah hujan yang tinggi. Untuk mencegah genangan dan kebanjiran, 100 pancuran dipasang disetiap sudut, masing-masing dengan rancangan yang unik berbentuk kepala raksasa kala atau makara.
         Borobudur amat berbeda dengan rancangan candi lainnya, candi ini tidak dibangun di atas permukaan datar, tetapi di atas bukit alami. Akan tetapi teknik pembangunannya serupa dengan candi-candi lain di Jawa. Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Secara umum rancang bangun Borobudur mirip dengan piramida berundak. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Borobudur mungkin pada awalnya berfungsi lebih sebagai sebuah stupa, daripada kuil atau candi.[53] Stupa memang dimaksudkan sebagai bangunan suci untuk memuliakan Buddha. Terkadang stupa dibangun sebagai lambang penghormatan dan pemuliaan kepada Buddha. Sementara kuil atau candi lebih berfungsi sebagai rumah ibadah. Rancangannya yang rumit dari monumen ini menunjukkan bahwa bangunan ini memang sebuah bangunan tempat peribadatan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur teras bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
        Menurut legenda setempat arsitek perancang Borobudur bernama Gunadharma, sedikit yang diketahui tentang arsitek misterius ini.[54] Namanya lebih berdasarkan dongeng dan legenda Jawa dan bukan berdasarkan prasasti bersejarah. Legenda Gunadharma terkait dengan cerita rakyat mengenai perbukitan Menoreh yang bentuknya menyerupai tubuh orang berbaring. Dongeng lokal ini menceritakan bahwa tubuh Gunadharma yang berbaring berubah menjadi jajaran perbukitan Menoreh, tentu saja legenda ini hanya fiksi dan dongeng belaka.
        Perancangan Borobudur menggunakan satuan ukur tala, yaitu panjang wajah manusia antara ujung garis rambut di dahi hingga ujung dagu, atau jarak jengkal antara ujung ibu jari dengan ujung jari kelingking ketika telapak tangan dikembangkan sepenuhnya.[55] Tentu saja satuan ini bersifat relatif dan sedikit berbeda antar individu, akan tetapi satuan ini tetap pada monumen ini. Penelitian pada 1977 mengungkapkan rasio perbandingan 4:6:9 yang ditemukan di monumen ini. Arsitek menggunakan formula ini untuk menentukan dimensi yang tepat dari suatu fraktal geometri perulangan swa-serupa dalam rancangan Borobudur.[55][56] Rasio matematis ini juga ditemukan dalam rancang bangun Candi Mendut dan Pawon di dekatnya. Arkeolog yakin bahwa rasio 4:6:9 dan satuan tala memiliki fungsi dan makna penanggalan, astronomi, dan kosmologi. Hal yang sama juga berlaku di candi Angkor Wat di Kamboja.[54]
          Struktur bangunan dapat dibagi atas tiga bagian: dasar (kaki), tubuh, dan puncak.[54] Dasar berukuran 123×123 m (403.5 × 403.5 ft) dengan tinggi 4 metres (13 ft).[53] Tubuh candi terdiri atas lima batur teras bujur sangkar yang makin mengecil di atasnya. Teras pertama mundur 7 metres (23 ft) dari ujung dasar teras. Tiap teras berikutnya mundur 2 metres (6.6 ft), menyisakan lorong sempit pada tiap tingkatan. Bagian atas terdiri atas tiga teras melingkar, tiap tingkatan menopang barisan stupa berterawang yang disusun secara konsentris. Terdapat stupa utama yang terbesar di tengah; dengan pucuk mencapai ketinggian 35 metres (115 ft) dari permukaan tanah. Tinggi asli Borobudur termasuk chattra (payung susun tiga) yang kini dilepas adalah 42 metres (138 ft) . Tangga terletak pada bagian tengah keempat sisi mata angin yang membawa pengunjung menuju bagian puncak monumen melalui serangkaian gerbang pelengkung yang dijaga 32 arca singa. Gawang pintu gerbang dihiasi ukiran Kala pada puncak tengah lowong pintu dan ukiran makara yang menonjol di kedua sisinya. Motif Kala-Makara lazim ditemui dalam arsitektur pintu candi di Jawa. Pintu utama terletak di sisi timur, sekaligus titik awal untuk membaca kisah relief. Tangga ini lurus terus tersambung dengan tangga pada lereng bukit yang menghubungkan candi dengan dataran di sekitarnya.
Relief Candi Borobudur :




          














          Pada dinding candi di setiap tingkatan — kecuali pada teras-teras Arupadhatu — dipahatkan panel-panel bas-relief yang dibuat dengan sangat teliti dan halus.[57] Relief dan pola hias Borobudur bergaya naturalis dengan proporsi yang ideal dan selera estetik yang halus. Relief-relief ini sangat indah, bahkan dianggap sebagai yang paling elegan dan anggun dalam kesenian dunia Buddha.[58] Relief Borobudur juga menerapkan disiplin senirupa India, seperti berbagai sikap tubuh yang memiliki makna atau nilai estetis tertentu. Relief-relief berwujud manusia mulia seperti pertapa, raja dan wanita bangsawan, bidadari atapun makhluk yang mencapai derajat kesucian laksana dewa, seperti tara dan boddhisatwa, seringkali digambarkan dengan posisi tubuh tribhanga. Posisi tubuh ini disebut "lekuk tiga" yaitu melekuk atau sedikit condong pada bagian leher, pinggul, dan pergelangan kaki dengan beban tubuh hanya bertumpu pada satu kaki, sementara kaki yang lainnya dilekuk beristirahat. Posisi tubuh yang luwes ini menyiratkan keanggunan, misalnya figur bidadari Surasundari yang berdiri dengan sikap tubuh tribhanga sambil menggenggam teratai bertangkai panjang.[59]
          Relief Borobudur menampilkan banyak gambar; seperti sosok manusia baik bangsawan, rakyat jelata, atau pertapa, aneka tumbuhan dan hewan, serta menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional Nusantara. Borobudur tak ubahnya bagaikan kitab yang merekam berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa kuno. Banyak arkeolog meneliti kehidupan masa lampau di Jawa kuno dan Nusantara abad ke-8 dan ke-9 dengan mencermati dan merujuk ukiran relief Borobudur. Bentuk rumah panggung, lumbung, istana dan candi, bentuk perhiasan, busana serta persenjataan, aneka tumbuhan dan margasatwa, serta alat transportasi, dicermati oleh para peneliti. Salah satunya adalah relief terkenal yang menggambarkan Kapal Borobudur.[60] Kapal kayu bercadik khas Nusantara ini menunjukkan kebudayaan bahari purbakala. Replika bahtera yang dibuat berdasarkan relief Borobudur tersimpan di Museum Samudra Raksa yang terletak di sebelah utara Borobudur.[61]
        Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sanskerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-relief cerita jātaka. Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.

4.    Pengaruh terhadap ekonomi masyarakat
           Borobudur kini Masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan. Tiap tahun umat Budha yang dating dari seluruh Indonesia dan manca Negara berkumpul di Borobudur untuk memperingati “Trisuci Waisal”.Obyek wisata tersebut sangat mempengarunghi bagi masyarakat, apalagi banyak warga yang memcari uang dengan  tawaran yang berhubungan dengan obyek tersebut.





B.  KERATON YOGYAKARTA


1.    Letak geografis
Keraton Yogyakarta terletak di pusat kota Yogyakarta. Letaknya sangat strategis, diantara dua lapangan besar yang sering disebut alun-Alun Utara (lor) dan Alun-Alun Selatan (Kidul). Secara geografis Yogyakarta terletak di pulau Jawa bagian Tengah. Keraton Yogyakarta yang beralamatdi Jalan Ratawijayan I. Keraton Yogyakarta sangat dekat dengan Maloiboro dari arah Malioboro lurus ke selatan kita sudah sampai di lokasi tersebut. 

2.    Sejarah    
       Sultan Hamengkubuwono VIII menerima kunjungan kehormatan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Bijleveld di Keraton Yogyakarta, sekitar tahun 1937.
         Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan[2] yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman[3].
Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan)[4][5]. Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta. Dan untuk itulah pada tahun 1995 Komplek Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO



3.                 Bagian bangunan
Luas keraton Yogyakarta adalah 14.000 m2. Di dalamnyaterdapat banyak -bangunan, halaman-halaman dan lapangan-lapangan. Dimulai dari halaman keraton ke utara :
1.         Kedaton/Prabayeksa
2.         Bangsal Kencana
3.         Regol Danapratapa (pintu gerbang)
4.         Sri Manganti
5.         Regol Srimanganti (pintu gerbang)
6.         Bangsal Poncowati (dengan halaman kemandungan)
7.         Regol Brajanala (pintu gerbang)
8.         Siti Inggil
9.         Tarub Agung
10.     Pagelaran (dengan tiang berjumlah 64)
11.     Alun-alun utara (yang dihias pohon beringin berjumlah 62
batang)
12.     Pasar (Beringharja)
13.     Kepatihan
14.     Tugu
Angka 64 menggambarkan usia Nabi Muhammad 64 tahun Jawa, atau 62 tahun masehi.
Jika melihatdari halaman keraton keselatan maka akan terlihat :
15.     Regol Kemegangan (pintu gerbang)
16.     Bangsal kemegangan
17.     Regol Gadungmlati (pintu gerbang)
18.     Bangsal kemandungan
19.     Regol Kemandungan (pintu gerbang)
20.     Siti Inggil
21.     Alun-alun selatan
22.     Krapyak
Ditengah halaman kemandungan kidul terdapat bangsal, bangsal tersebut bernama bangsal kemandungan. Bangsal tersebut merupakan bekas pesanggrhan Sri Sultan Hamengkubuwono I, di saat perang Giyanti pada tahun 1746-1755 I desa Pandak Karangnangka
Krapyak merupakan sebuah podium tinggi yang terbuat dari batu-bata untuki Sri Sultan, Jika Baginda sedang memperhatikan tentara atau kerabatnya menunjukkan ketangkasannya mengepung, memburu ataupun mengejar rusa. Kompleks itu dikelilingi beteng, yaitu tembok yang lebar. Panjangnya 1 km, berbentuk 4 persegi, tingginya 3,5 m, dan lebarnya 3-4 m. dibeberapa tempat dibenteng itu ada gang atau jalan untuk menyimpan senjata dan amunisi. Di ke empat sudutnya terdapat bastion-bastion dengan lobang-lobang kecil di dindingnya untuk mengintai musuh. Tiga dari bastion-bastion itu sekarang masih dapat dilihat. Beteng itu terletak di sebelah luar dikelilingi oleh parit yang lebar dan dalam.
           Lima buah plengkung atau pintu gerbang dalam benteng menghubungkan kompleks kraton dengan dunia luar. Plengkung-plengkung itu ialah :
1.  Plengkung Tarunasura atau plengkung wijilan yang terletak di sebelah timur laut
2.  Plengkung Jogosuro atau plengkung ngasem yang terletak di sebelah barat daya
3.  Plengkung Jogoboyoatau plengkung Taman-Sari di sebelah barat
4.  Plengkung Nirboyo atau plengkung gading di sbelah selatan
            Plengkung tambakboyo atau plengkung Gondomanan disebelah timur Kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.


4.    Pengaruh terhadap masyarakat
        Pengaruh terhadap masyarakat sekitar adalah bermacam-macam. Masyarakat sekitar bisa menjual makanan khas dan barang-barang yang khas dari keratin. Perilaku masyarakat sekitar juga berpengaruh. Biasanya perilaku masyarakat sekitar terpengaruh dengan lingkungan Keraton.


C.          PANTAI PARANGTRITIS YOGYAKARTA


1. Letak geografis
           Pantai Parangtritis terletak di Desa Parangtritis Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Letaknya berjarak 27 km dari pusat Kota Yogyakarta. untuk mencapai pantai ini, wisatawan dengan mudah dapat menempuhnya menggunakan berbagai alat transportasi seperti motor, sepeda, mobil bahkan transportasi umum sebagai bis. Tak sulit, karena rute jalan hanya lurus dari arah utara sampai ke arah tepi selatan Yogyakarta, dengan jalan halus dan tidak menanjak. Jika masih bingung, tak usah khawatir karena di sepanjang jalan banyak papan penunjuk jalan menuju Pantai Parangtritis.

2. Sejarah
         Nama Parangtritis ketika disebutkan akan langsung terbayang kawasan Yogyakarta. Pantai Parangtritis bisa dianggap sebagai kepalanya pantai diantara sekitar 30 pantai di Yogyakarta. Ketenaran Parangtritis telah menyebar hingga ke nusantara dan seringkali menjadi salah satu tujuan utama wisatawan. Nama Parangtritis berasal dari dua kata yaitu parang, berarti batu karang dan tritis yang dalam bahasa Jawa dikenal tumaritis artinya sesuatu yang menetes. Jadi Parangtritis berarti batu karang yang ditetesi air. Asal nama Parangtritis berawal ketika pada suatu hari ada seorang bernama Dipokusumo, seorang pelarian dari Kerajaan Majapahit datang ke pantai yang belum bernama tersebut. Di tempat itu dia bersemedi dan menyendiri, mencari ketenangan jiwa dan pikiran. Pada saat demikian ia melihat tetes-tetes air jatuh menetesi batu karang di bawahnya. Melihat pemandangan indah itu, tempat itu dinamakan Parangtritis.

3. Keindahan dan Kenyamanan
         Keunikan pantai Parangtritis dapat dilihat dari segi keindahan fisik dan juga segi mitos yang hanya dapat dirasakan oleh kepercayaan masing-masing orang. Memandang keindahan fisik pantai Parangtritis tak akan membuat wisatawan kecewa atau kapok, justru dapat membuat keterpikatan dan berefek ketagihan. Keindahan pertama dapat dilihat dari gundukan pasir yang mengelompok menyambut kaki-kaki lembut wisatawan ketika mulai tiba di pantai Parangtritis. Gundukan pasir yang dikenal dengan gumuk pasir ini merupakan efek terpaan angin dari arah barat, timur dan selatan Parangtritis. Menyelingi beberapa jajaran gumuk pasir, wisatawan juga dapat menemukan beberapa batu karang berukuran besar di tepi pantai. Karang-karang ini biasanya dijadikan para wisatawan untuk berfoto atau sekedar duduk bersantai.
      Melangkah pada pantai Parangtritis, wisatawan akan melihat betapa luasnya Pantai Parangtritis membentang indah dengan bentuk yang landai. Pemandangan luas, tanpa aling-aling pepohonan, bangunan atau para kapal-kapal nelayan ini membuat wisatawan menjadi fresh dan menghilangkan kepenatan diri. Ditengah keasyikan menikmati pantai, seringkali terlihat beberapa delman sewaan siap mengantarkan wisatawan menikmati luasnya Pantai Parangtritis. Memandang keindahan Parangtritis tak lengkap jika melewatkan sunset menawan ketika sore hari menjelang malam. Dari semua tempat di Parangtritis wisatawan akan melihat sunset memancar terang, seakan menyampaikan salam perpisahan pada siang.
         Selanjutnya, mari alihkan pandangan ke sebelah timur Pantai Parangtritis. Di sana terlihat bongkahan batu membentuk bukit berdiri kokoh menghadap Pantai. Seakan-akan selalu siap siaga menjaga keamanan wilayah Parangtritis. Benar, bukit yang bernama Parangendog ini melindungi wilayah belakang Pantai Parangtritis dari guncangan ombak tinggi di Parangtritis. Jika ada tsunami, ombak akan mengenai bukit dan berbalik ke arah pantai, sehingga keselamatan warga di Parangtritis dan Bantul terlindungi.
          Ketika lelah menyapa, para wisatawan dapat beristirahat sejenak, menikmati makanan yang dijual para pedagang di kawasan pantai. Wisatawan juga dapat mengistirahatkan badan di beberapa penginapan yang banyak tersedia dengan dilengkapi tempat parkir luas, aman dan nyaman. Selain itu masih banyak fasilitas lain yang tersedia, seperti kamar mandi dan mushola. Hanya dengan membayar tiket sebesar Rp. 7.000 tiap satu sepeda motor, wisatawan sudah dapat masuk wilayah pantai Parangtritis sepuasnya.

4. Pengaruh terhadap perekonomian masyarakat
          Pantai Parangtritis mempunyai dampak positif bagi perekonomian warga sekitar. Warga sekitar dapat menjual hasil laut, kerajinan tangan, dan makanan khasdaerah di sekitar pantai. Hal itu dapat mengangkat perekonomian warga.



D.                    MALIOBORO

1. Letak geografis
Malioboro merupakan salah satu nama dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.

2. Sejarah
Jalan Malioboro adalah saksi sejarah perkembangan Kota Yogyakarta dengan melewati jutaan detik waktu yang terus berputar hingga sekarang ini. Membentang panjang di atas garis imajiner Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak Gunung Merapi. Malioboro adalah detak jatung keramaian kota Yogyakarta yang terus berdegup kencang mengikuti perkembangan jaman. Sejarah penamaan Malioboro terdapat dua versi yang cukup melegenda, pertama diambil dari nama seorang bangsawan Inggris yaitu Marlborough, seorang residen Kerajaan Inggris di kota Yogjakarta dari tahun 1811 M hingga 1816 M. Versi kedua dalam bahasa sansekerta Malioboro berarti “karangan bunga” dikarenakan tempat ini dulunya dipenuhi dengan karangan bunga setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Lebih dari 250 tahun yang lalu Malioboro telah menjelma menjadi sarana kegiatan ekonomi melalui sebuah pasar tradisional pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I. Dari tahun 1758 – sekarang Malioboro masih terus bertahan dengan detak jantung sebagai kawasan perdagangan dan menjadi salah satu daerah yang mewakili wajah kota Yogyakarta. 

3. Ciri khas
Malioboro sekarang ikon Kota Yogyakarta.Nama Malioboro berasal dari kata Sansekerta yang yang berarti karangan bunga. Konon jalan ini memang selalu dipenuhi banyak bunga pada saat perayaan-perayaaan atau upacara-upacara tertentu.
            Jalan Malioboro terkenal dengan dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas Yogyakarta dan warung-warung lesehan pada malam hari yang menjual makanan gudeg khas Yogyakarta, serta terkenal sebagai pusat berkumplnya seniman-seniman yang sering mengekspresikan kemampuan mereka seperti bermain music, melukis, happening art, pantomime, dan lain-lain disepanjang jalan.Di Jalan Malioboro ini masih sangat terasa kekunoannya, karena di sekitar jala ini masih berdiri bangunan-bangunan bersejarah pada zaman Belanda.

4. Dampak bagi perekonomian masyarakat
Malioboro adalah tempat jual beli kerajinan khas Yogyakarta. Berbagai macam kerajinan dijual di situ. Makanan khas Yogyakarta juga banyak dijual disitu. Oleh sebab itu masyarakat dapat menjual hasil kerajinan rumahan di Malioboro . Banyak pengunjung atau wisatawan Yogyakarta membeli oleh-oleh di Malioboro. Hal itu menyebabkan pedagang yang sebagian besar dari masyarakat memperoleh keuntungan dan hal itu menyebabkan perekonomian masyarakat sekitar meningkat dan lebih baik.








BAB III
PENUTUP


A.                        KESIMPULAN
Setelah mengunjungi dan mengamati dengan seksama keempat obyek wisata tersebut antara lain : Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, Pantai Parangtritis dan Malioboro .
Maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Candi Borobudur
Candi Borobudur merupakan obyek wisata bersejarah di Yogyakarta. Candi tersebut menunujukan kehebatan dan kemegahan arsitektur zaman dahulu. Candi Borobudr sudah ditetapkan oleh UNESCO sebagi salah satu warisan dunia. Pelajar bisa menambah wawasan dengan mengunjungi candi tersebut.

2. Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta merupakan obyek wisata yang sangat menarik serta bersejarah di Yogyakarta. Di tempat itu kita dapat mengetahui bagaimana kehidupan zaman kerjaan tempo dahulu. Disitu juga kita dapat belajar adat istiadat. Keraton Yogyakarta sangat cocok untuk tempat mengenal tata karma yang baik.

3. Pantai Parangtritis
Parangtritis merupakan obyek wisata unggulan di daerah Yogyakarta. Pemandangan yang elok menambah kepuasan para pengunjung. Wiasata ini sangat cocok untuk melepas semua kepenatan. Pemandangan pantainya yang indah menciptakan motivasi maupun imajinasi bagi para pengunjungnya, termasuk kami. Pantai Parangtritis terletak di Kabupaten Bantul bagian selatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pantai dikenal dengan mitos Nyi Roro Kidul penguasa laut selatan.

4. Malioboro
Malioboro merupakan sebuah kawasan belanja yang ramai, di waktu siang maupun malam. Di sana juga terdapat pasar sore Malioboro. Banyak orang yang berjualan makanan, barang, souvenir, dan patung khas Yogyakarta. Tidak lupa keistimewaannya adalah warung lesehan dan souvenir yang paling khas yaitu kaos oblong dengan merk “Dagadu”, dan tak kalah pentingnya adalah ilmu perekonomian yang dapat kita pelajari di sana.
                                 


B.  SARAN
Mengingat Negara kita mempunyai obyek wisata banyak, khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya, maka kegiatan tersebut harus ditingkatkan. Sehingga akan menarik minat siswa untuk belajar lebih banyak lagi. Dengan adanya Study Tour ini semoga para siswa menjadi senang dan bersemangat dalam belajar.
Selain itu waktu yang digunakan di Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, Pantai Parangtritis dan Malioboro sangatlah sebentar dan kurang lama,paling tidak di sana empat jam sehingga siswa tidak jenuh dan lebih baiknya siswa harus diberikan penyuluhan dan pembinaan agar siswa tidak melakukan hal-hal yang kurang baik ketika Study Tour.
Study Tour kali ini sangat menyenangkan dengan adanya kunjungan di berbagai tempat wisata yang ada di daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Semoga bermanfaat bagi kami dan menjadi kenangan manis yang tak terlupakan, dan menambah keimanan setelah menikmati keagungan karya-karya Sang Pencipta.

              



Peyusun



DAFTAR PUSTAKA
Dwi, Mita. dkk. 2009. Laporan Study Tour Di Yogyakarta Dan Sekitarnya. Ponorogo: SMPN 1 BALONG.
Elma, Elvi. dkk. 2012. Laporan Study Tour Dan Out Bond Di Yogyakarta Dan Sekitarnya. Ponorogo: SMPN 1 BALONG
kotajogja.com/wisata/index/85
id.wikipedia.org/wiki/Keraton_Ngayogyakarta_Hadiningrat
id.wikipedia.org/wiki/Borobudur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar